Selasa, 21 Januari 2014

SUBSTANCE ABUSE DAN PARTNER ABUSE PADA KEHAMILAN

A.          Substance abuse
Wanita yang memakai obat-obatan tetap memprioritaskan agar dunia mereka tetap aman. Mereka merahasiakannya, mengurangi jumlah pemakaiannya, dan mengambil sikap agresif terutama bila mereka memandang tenaga kesehatan sebagai penghambat. Jika ibu tetap menggunakan obat-obatan setelah bayi lahir, risiko pada bayi akan berlanjut. Bukan saja bayi lahir rentan secara biologis, tetapi mereka juga harus menghadapi ibu yang memiliki masalah kesehatan dan emosional. Wanita itu dicurigai tidak mampu memelihara hubungan dan mungkin tidak mampu merespons terhadap kebutuhan bayi, terutama jika mereka menerima bayi yang secara medis rapuh setelah dirawat dirumah sakit dalam jangka waktu lama.
Banyak wanita, dimana secara kimiawi kecanduan akan merasa bersalah karena menggunakan obat-obatan dan takut kalau bayi mereka akan diambil. Dengan persepsi yang mereka miliki bahwa dengan pemakaian obat dan alcohol pada wanita hamil dapat mengubah kehidupan mereka.
Pola psikoatif dari penggunaan zat/bahan yang berisiko secara fisik bagi kesehatan wanita khususnya ibu hamil dan janinnya ( keterlambatan perkembangan, retardasi, atau bahkan kematian) dapat memberikan pengaruh juga secara psikologis. Pengaruh psikologi tersebut dalam bentuk :
a.    ketergantungan,
b.    kecanduan
c.    dan penyalahgunaaan.
Gejala-gejala gangguan psikologi akibat substance abuse antara lain :
1.      gangguan dalam sosialisasi, biasanya tumbuh dengan kepribadian yang tertutup.
2.    gelisah,
3.    sifat lekas marah,
4.    halusinasi,
5.    euphoria (ketagihan dan over dosis ),
6.    paranoid stress.

B.          Partner abuse
Partner abuse merupakan kekerasan penyiksa yang dilakukan oleh pasangan ibu hamil dan sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan. Kekerasan tersebut dapat berupa :
1.    kekerasan emosional,
        Tindakan pencemoohan, penguncilan, tidak diberi nafkah serta tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk merendahkan martabat ibu hamil dan melantarkan atau mengabdikan kepentinganya yang dilakukan pasangan ibu hamil. Contohnya saja ibu hamil diluar nikah karena suatu sebab maka keberadaanya tidak diinginkan sering di cemooh ataupun dikucilkan pasangan ibu hamil. Najman et al (1991) menemukan bahwa kecemasan postpartum dan depresi lebih banyak terjadi pada kehamilan yang tidak di rencanakan atau tidak diharapkan.
2.    Kekerasan psikologis,
         seperti seperti tidak diperhatikan, suami selingkuh, dimarahi tanpa sebab yang pasti membuat ibu hamil selalu bersalah, memojokan posisinya dalam rumah tangga, ibu hamil menanggung beban keluarga, tingkah laku suami yang buruk (pemabuk, penjudi, pemarah ).
3.    seksual  sehingga dapat terjadi rasa nyeri dan trauma atau fisik,
4.    kekerasan fisik
              Berupa tindakan seperti pemukulan, penyiksaan, dibebani kerja berat.  Kekerasan yang terjadi sekitar 7-11% dari wanita yang hamil. Efek kekerasan pada ibu hamil dapat berupa langsung maupun tidak langsung.
Bentuk langsung antara lain :
·         trauma,
pada kehamilan juga dapat menyebabkan nafsu makan yang menurun, kesulitan untuk tidur(insomnia) dan peningkatan frekuensi merokok, serta meminum alcohol.
·         dan kerusakan fisik
kerusakan fisik pada ibu serta bayinya misalnya solusio plasenta, fraktur tulang, rupture uteri dan perdarahan,
 Sedangkan efek yang tidak langsung antaralain :
·         reaksi emosional, perasaan tertekan.
·         peningkatan kecemasan, muncul gangguan rasa tidak aman dan nyaman pada ibu hamil
·         depresi,
·         berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan janinnya dan rentan terhadap penyakit.
 
Bullock dan Mc. Failane (1989) menemukan prevalensi yang meningkatkan untuk bayi dengan BBLR pada ibu yang mengalami kekerasaan adalah karena pendidikan yang rendah umur yang terhitung masih muda, hamil di luar nikah.
            Kekerasan terhadap wanita dapat terjadi pada semua kebudayaan, pendidikan, ras, agama, dan latar belakang social ekonomi. Kekerasaan terhadap wanita merupakan suatu bentuk “ kejantanan laki-laki” terhadap wanita. Seorang wanita bagaiakan sebuah benda, harta yang harus tunduk pada pekerjaan rumah tangga dan patut mendapatkan kekerasan.
            Wanita yang mendapatkan kekerasan dalam rumah tangganya akan merasa harga dirinya rendah, kurang percaya diri,terlihat cemas dan depresi, ketakutan terjadi kekerasan berulang,ketakutan adanya ancaman pembalasan apabila dia meninggalkan pasangan sehingga wanita harus terus tinggal di dalam rumah dan terus berharap keadaan ideal akan terjadi pada keluarganya.
            Kejadian ini akan terus berlangsung bahkan akan meningkat selama kehamilan. Pasangan melakukan kekerasan biasanya biasanya pada bagian abdomen, dada dan genitalia, sehingga ini akan mengakibatkan abortus, abruption plasenta, premature dan still birth. Pelaku melakukan kekerasan tersebut dengan sadar atau di bawah sadar berusaha mengakhiri kehamilan karena merasa cemburu melihat istrinya hamil dan akan mempunyai anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar