Keadaan
inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot
rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengeluaran janin dari dalam
rahim.
            Di sini
sifat  his berubah. Tonus otot terus
meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa
karena tidak ada sinkronisasi antara bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi
antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien
dalam mengadakan pembukaan.
Di samping itu tonus otot uterus yang menarik menyebabkan
hipoksia pada janin. Kadang-kadang  Kadang-kadang
pada persalinan lama dengan
ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler
setempat, sehingga terjadi penyempitan kavumuteri pada tempat itu. Ini
dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi. Secara teoritis
lingkaran ini dapat terjadi di mana-mana, akan tetapi biasanya ditemukan pada
batas antara bagian atas dan segmen bawah uterus. Lingkaran konstriksi tidak
dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah
lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh sebab itu
jika pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini
dengan pasti. 
Adakalanya
persalinan tidak maju karena kelainan pada serviks yang dinamakan distosia
servikalis. Kelainan ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis
dinamakan primer kalau serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi
berhubung dengan incoordinate uterine action. Penderita biasanya seorang
primigravida. Kala I menjadi lama, dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang
kaku. Kalau keadaaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala terus menerus dapat
menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat mengakibatkan lepasnya bagian
tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh
kelainan organik pada serviks, misalnya karena jaringan parut atau karena
karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar
ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu, setiap wanita yang pernah mengalami
operasi pada serviks, selalu harus diawasi persalinannya di rumah sakit. 
v  PENYEBAB
TERJADINYA INKOORDINASI (His yang tidak terkoordinasi)
1.      Faktor
usia penderita relatif tua dan relatif muda
2.      Pimpinan
persalinan
3.      Karena
induksi persalinan dengan oksitosin
4.      Rasa
takut dan cemas
v  CARA
MENGATASI
Dalam
menghadapi persalinan, bidan melakukan observasi yang meliputi his (H),
kortonen (C), lingkaran handle (B), dan penurunan (P) yang sangat penting
sehingga terjadi perubahan yang dapat merugikan menjadi titik awal evaluasi
untuk menetapkan sikap menyelesaikan persalinan.
Dengan
anjuran untuk melakukan pertolongan persalinan memakai partograf WHO, diharapkan
penderita dapat dikirim pada saat mencapai garis waspada sehingga keadaan janin
dan ibu tiba dirumah sakit yang mempunyai fasilitas dalam keadaan optimal.
Metode partograf tersebut diharapkan dapat memperkecil kejadian persalinan
kasep (terlantar) yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada
ibu maupun janin.
Dengan
dasar itu diharapkan bidan di desa dapat meningkatkan pertolongan persalinan
dengan partograf WHO, melakukan observasi, melakukan evaluasi, dan selanjutnya
meningkatkan usaha untuk melakukan rujukan.
Selain itu, Kelainan ini
dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat memperbaiki
koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha-usaha yang dapat
dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal
ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin dan
lain-lain. Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut
apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap,perlu
dipertimbangkan seksio sesarea. Lingkaran konstriksi dalam kala I biasanya
tidak diketahui, kecuali klau lingkaran ini terdapat di bawah kepala anak
sehingga dapat diraba melalui kanalis servikalis. Jikalau diagnosis lingkaran
konstriksi dalam kala I dapat dibuat persalinan harus diselesaikan dengan seksio sesarea.
Biasanya lingkaran konstriksi dalam kala II baru diketahui, setelah usaha
melahirkan janin dengan cunam gagal. Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam
cavum uteri untuk mencari sebab kegagalan cunam, lingkaran konstriksi, mudah
dapat diraba. Dengan narkosis dalam, lingkaran tersebut kadang-kadang dapat
dihilangkan, dan janin dapat dilahirkan dengan cunam. Apabila tindakan ini
gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea. 
Pada
distosis servikalis primer dimbil sikap seperti pada incoordinate uterine
action. Pada distosia servikalis sekunder harus dilakukan seksio sesarea
sebelum jaringan parut serviks robek, yang dapat menjalar ke atas sampai segmen
bawah uterus. 
DAFTAR PUSTAKA
Nugraheny, esti.2010.Asuhan Kebidanan Pathologi. Yogyakarta. Pustaka Rihama.
Manuaba,
Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan
Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta:penerbit buku kedokteran EGC.
Prawirohardjo,
Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar