Selasa, 21 Januari 2014

INKOORDINASI HIS




Keadaan inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengeluaran janin dari dalam rahim.
            Di sini sifat  his berubah. Tonus otot terus meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Di samping itu tonus otot uterus yang menarik menyebabkan hipoksia pada janin. Kadang-kadang  Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavumuteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi di mana-mana, akan tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dan segmen bawah uterus. Lingkaran konstriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh sebab itu jika pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti.
Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung dengan incoordinate uterine action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi lama, dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku. Kalau keadaaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala terus menerus dapat menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada serviks, misalnya karena jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu, setiap wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks, selalu harus diawasi persalinannya di rumah sakit.

           

v  PENYEBAB TERJADINYA INKOORDINASI (His yang tidak terkoordinasi)
1.      Faktor usia penderita relatif tua dan relatif muda
2.      Pimpinan persalinan
3.      Karena induksi persalinan dengan oksitosin
4.      Rasa takut dan cemas





v  CARA MENGATASI
Dalam menghadapi persalinan, bidan melakukan observasi yang meliputi his (H), kortonen (C), lingkaran handle (B), dan penurunan (P) yang sangat penting sehingga terjadi perubahan yang dapat merugikan menjadi titik awal evaluasi untuk menetapkan sikap menyelesaikan persalinan.
Dengan anjuran untuk melakukan pertolongan persalinan memakai partograf WHO, diharapkan penderita dapat dikirim pada saat mencapai garis waspada sehingga keadaan janin dan ibu tiba dirumah sakit yang mempunyai fasilitas dalam keadaan optimal. Metode partograf tersebut diharapkan dapat memperkecil kejadian persalinan kasep (terlantar) yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada ibu maupun janin.
Dengan dasar itu diharapkan bidan di desa dapat meningkatkan pertolongan persalinan dengan partograf WHO, melakukan observasi, melakukan evaluasi, dan selanjutnya meningkatkan usaha untuk melakukan rujukan.
Selain itu, Kelainan ini dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha-usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin dan lain-lain. Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap,perlu dipertimbangkan seksio sesarea. Lingkaran konstriksi dalam kala I biasanya tidak diketahui, kecuali klau lingkaran ini terdapat di bawah kepala anak sehingga dapat diraba melalui kanalis servikalis. Jikalau diagnosis lingkaran konstriksi dalam kala I dapat dibuat persalinan harus diselesaikan dengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran konstriksi dalam kala II baru diketahui, setelah usaha melahirkan janin dengan cunam gagal. Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam cavum uteri untuk mencari sebab kegagalan cunam, lingkaran konstriksi, mudah dapat diraba. Dengan narkosis dalam, lingkaran tersebut kadang-kadang dapat dihilangkan, dan janin dapat dilahirkan dengan cunam. Apabila tindakan ini gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
Pada distosis servikalis primer dimbil sikap seperti pada incoordinate uterine action. Pada distosia servikalis sekunder harus dilakukan seksio sesarea sebelum jaringan parut serviks robek, yang dapat menjalar ke atas sampai segmen bawah uterus.






DAFTAR PUSTAKA

Nugraheny, esti.2010.Asuhan Kebidanan Pathologi. Yogyakarta. Pustaka Rihama.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:penerbit buku kedokteran EGC.
Prawirohardjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
































Tidak ada komentar:

Posting Komentar