GANGGUAN PSIKOLOGIS
PADA MASA KEHAMILAN
A.  Gangguan
psikologis pada pasangan infertile
Infertilitas
merupakan suatu kondisi yang menunjukkan ketidakmampuan suatu pasangan untuk
mendapatkan atau menghasilkan keturunan. Beda halnya infertil yang berarti
kekurangmampuan suatu pasangan untuk menghasilkan keturunan dan bukan ketidakmampuan
mutlak.
1.    Penyebab
infertilitas
a.    Usia
kesuburan untuk pria didapat ketika berusia 24-25 tahun dan 21-24 tahun untuk
wanita, sebelum usia tersebut kesuburan belum benar matang dan setelahnya
berangkat menurun.
b.    Frekuensi
hubungan seksual
c.    Lingkungan:
baik fisik, kimia, maupun biologi ( radiasi, rokok, narkotik, alkohol, dan
lain-lain).
d.   Gizi
dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu.
e.    Stress
psikis mengganggu siklus haid libido, serta kesulitan spermatocista dan
lain-lain.
f.     Kelainan
anatomi dan fisiologi saluran reproduksi atau organ reproduksi wanita seperti
vagina, uterus, serviks, tuba fallopi, dan ovarium.
g.    Faktor
lain: prolactinoma( tumor pada hipofisis), hiper/hipotiroid (kelebihan /
kekurangan hormon tiroid).
2.    Tanda
gejala gangguan psikologis pada wanita infertilitas
Dalam buku
psikologi wanita karangan kartini kartono (2006) disebutkan gambaran tentang
gangguan psikologis pada wanita yang infertil yaitu sebagai berikut:
a.    Ada
kebiasaan  dan religi dari banyak suku
bangsa di dunia yang menegaskan bahwa wanita tiddak mampu melahirkan anak
adalah wanita binferior. Hal inilah yang membuat wanita  yang tidak mampu memberikan keturunan menjadi
rendah diri dan kehilangan percaya diri.
b.    Pada
beberapa wanita yang lain, selalu berusaha mengingkari trauma sterilitasnya
dengan justifikasi bahwa ia tidak menginginkan kehadiran anak dalam
kehidupannya.
c.    Sebagai
manifestasi dari sterilitassnya, banyak wanita infertil mengambil substitusi
lain dengan cara mengembangkan hobi, meniti karier, mengadopsi anak, dan
lainnya.
d.   Setiap
kegagalan dan kekecewaan selalu diproyeksikan kepada orang lain.
e.   
Adapula wanita steril
yang memiliki sifat pseudo-keibuan,
menghibur diri dengan memilih pekerjaan yang bersifat keibuan.
3.    Pengelolaan  gangguan psikologis pada infertilitas
Gangguan
psikologis pada infeertilitas merupakan siklus yang tidak terputus.
Infertilitas dapat disebabkan oleh adanya gangguan psikologis yang menghambat
proses reproduksi itu sendiri dan dampak dari infertilitas ini juga
mengakibatkan gangguan psikologis. Adapun penanganannya dapat dilakukan dengan
konseling baik secara individu atau konseling pasangan, mengingat kondisi ini
melibatkan kedua belah pihak, yaitu suami dan istri.
B.  Gangguan
Psikologis pada Kehamilan Palsu (Pseudocyesis)
Kehamilan
palsu adalah suatu keadaan dimana seorang wanita berada dalam kondisi yang
menunjukkan berbagai tanda dan gejala kehamilan seperti tidak mendapatakan
menstuasi, adanya mual muntah, pembesaran perut, peningkatan berat badan, dan
gejala kehamilan lainnya bahkan kadang kala hasil tes urine dapat menjadi
positif palsu(false positive), tetapi sesungguhnya tidak benar-benar hamil (Suririnah,
2005). Faktor yang sangat sering berhubungan dengan terjadinya kehamilan palsu
adalah faktor emosional/psikis yang menyebabkan kelenjar pituitari terpengaruh
sehingga menyebabkan kegagalan sistem endokrin dalam mengontrol hormon yang
menimbulkan keadaan seperti hamil.
1.    Tanda
gejala gangguan psikologis pada pseudocyesis
Wanita
dengan pseudocyesis memiliki kondisi psikologis seperti berikut ini:
a.    Adanya
sikap yang ambivalen terhadap kehamilannya yaitu ingin sekali menjadi hamil,
sekaligus tidak ingin menjadi hamil. Ingin memiliki anak yang dibarengi dengan
rasa takut untuk menetralisasi keinginan mempunyai anak.
b.    Keinginan
untuk menjadi hamil terutama sekali tidak timbul dari dorongan keibuan, akan
tetapi khusus dipacu oleh dendam , sikap bermusuhan, dan harga diri. Sebagai
contoh pada wanita yang steril.
c.    Secara
bersamaan muncul kesediaan untuk menyadari sekaligus kesediaan untuk tidak mau
menyadari bahwa kehamilannya adalah ilustrasi belaka.
d.   Wanita
dengan pseudocyesis tidak terlepas dari pseudologi, yaitu fantasi-fantasi
kebohongan yang selalu ditampilkan ke depan untuk mengingkari hal-hal yang
tidak menyenagkan. 
2.    Pengelolaan
gangguan psikologis pada pseudocyesis
Peristiwa
pseudocyesis merujuk pada peristiwa pseudologia, yaitu fantasi-fantasi
kebohongan yang selalu ditampilkan ke depan untuk mengingkari atau menghindari
realitas yang tidak menyenangkan. Wanita pseudocyesis ingin sekali menonjolkan
egonya untuk menutupi kelemahan dirinya, oleh karena itu dipilihlah aliran
konseling psikoanalisis dengan menekankan pentingnya riwayat hidup klien,
pengaruh dari pengalaman diri pada kepribadian individu, serta irasionalitas
dan sumber-sumber tak sadar dari tingkah laku manusia. Peran konselor dalam hal
ini adalah menciptakan suasana senyaman mungkin agar klien merasa bebas untuk
mengekspresikan pikiran-pikiran yang sulit. Proses ini bisa dilakukan dengan
meminta klien berbaring di sofa dan konselor di belakang (sehingga tidak
terlihat). Konselor berupaya agar klien mendapat wawasan dengan menyelami
kembali dan kemudian menyelesaikan pengalaman masa lalu yang belum
terselesaikan. Dengan begitu klien diharapkan dapat memperoleh kesadaran diri,
kejujuran dan hubungan pribadi yang lebih efektif, dapat menghadapi ansietas
dengan realistis, serta dapat mengendalikan tingkah laku irasional. (Lesmana,
2006).
C.  Gangguan
psikologis pada kehamilan di luar nikah
1.    Fenomena
kehamilan di luar nikah
Remaja bisa saja
mengatakan bahwa seks bebas atau seks pranikah itu aman untuk dilakukan. Namun,
bila remaja melihat dan memahami akibat dari perilaku itu, ternyata lebih
banyak membawa kerugian. Salah satu risikonya adalah kehamilan di luar nikah.
Sungguh merupakan suatu permasalahan kompleks yang dapat menghancurkan
segalanya, masa muda, pendidikan, kepercayaan dan kebanggan orang tua, serta
pandangan negatif dari masyarakat. Selain itu, kehamilan yang tidak diinginkan
yang juga mengarah pada tindakan aborsi kriminalis. 
2.    Tanda
gejala gangguan psikologis pada kehamilan di luar nikah
Umumnya
kehamilan di luar nikah dialami oleh remaja, dimana remaja dengan rentang usia
12-19 tahun memiliki kondisi psikis yang labil, karena masa ini merupakan masa
transisi dan pencarian jati diri. Dengan kehamilan di luar nikah banyak
permasalahan yang akan dihadapi oleh remaja natara lain adalah sebagai berikut:
a.    Timbulnya
perasaan takut dan bingung yang luar biasa, terutama pada wanita yang menjadi
objek akan merasakan ketakutan besar terhadap respons orang tua, dan biasanya
mereka menutupi kehamilannya hingga didapatkan tindakan lain. 
b.    Rasa
ketakutan jika kekasih yang menghamilinya tidak mau bertanggung jawab dan tidak
mau menolongnya keluar dari kondisi yang rumit itu. 
c.    Cemas
jika sampai teman-temannya mengetahui, apalagi pihak sekolah yang mungkin saja
akan mengeluarkannya dari bangku sekolah.
d.   Rasa
takut yang timbul karena ia sangat tidak siap menjadi seorang ibu.
e.    Timbul
keinginan untuk mengakhiri kehamilannya dengan aborsi (Kartono, K., 2007).
3.    Pengelolaan
gangguan psikologis pada kehamilan di luar nikah 
Penatalaksanaan
yang bisa dilakukan guna menangani permasalahan ini adalah dengan konseling
humanistik, dimana manusia sebagai individu berhak menentukan sendiri
keputusannya dan selalu berpandangan bahwa pada dasarnya manusia itu adalah
baik (Rogers, 1971). Sebagai konselor yang ingin memberikan konseling perlu
memiliki 3 karakter seperti berikut ini:
a.    Empati,
adalah kemampuan konselor untuk merasakan bersama dengan klien, usaha berpikir
bersama tentang dan untuk mereka (klien).
b.    Positive
regard (acceptance), yaitu menghargai klien dengan berbagai kondisi dan
keberadaannya.
c.    Congruence
(genuineness), adalah kondisi transparan dalam hubungan  terapeutik.
Oleh karena itu, di dalam menghadapi permasalahan
kehamilan di luar nikah bagi para remaja, maka bidan dapat mmemberikan
konseling bersama yaitu konseling keluarga, antara remaja itu sendiri, konselor
dan pihak keluarga, mengingat orang tua masih memiliki andil yang besar pada
kehidupan anak remaja mereka (Lesmana, 2006).
D.  Gangguan
psikologis  pada kehamilan yang tidak
dikehendaki
1.    Permasalahan
pada kehamilan yang tidak dikehendaki
Kehamilan yang
tidak dikehendaki tidak hanya terjadi pada remaja akibat hubungan yang
terlampau bebas, tetapi juga pada wanita yang telah menikah sebagai akibat dari
kegagalan kontrasepsi dan penolakan pada jenis kelamin bayi yang ia kandung. 
2.    Tanda
dan gejala gangguan psikologis pada wanita dengan kehamilan yag tidak
dikehendaki
a.    Pada
kehamilan yang tidak dikehendaki, wanita merasa bahwa janin yang dikandungnnya
bukanlah bagian dari dirinya dan berusaha untuk mengeluarkan dari tubuhnya
melalui tindakan seperti aborsi.
b.    Beberapa
wanita bersikap katif-agresif , mereka sangat marah dan dendam pada kekasih dan
suaminya yang merasa sanggup menanggung konsekuensi dari tindakannya. Selain
itu, calon bayinya dianggap sebagai beban dan malapetaka bagi dirinya. 
3.    Pengelolaan
gangguan psikologis pada wanita dengan kehamilan yang tidak dikehendaki
Penanganan dalam
masalah ini tidak jauh berbeda dengan penanganan pada kehamilan di luar nikah.
Perbedaannya hanya pada teknik konselingnaya-karena kehamilan ini terjadi pada
wankta yang telah menikah- yaitu dengan konseling pasangan. 
E.   Gangguan
psikologis pada kehamilan dengan keguguran
1.    Konsep
keguguran / abortus
Abortus spontan
adalah suatu keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup
hidup sendiri di luar uterus (berat 400-1.000 gram atau usia kehamilan kurang
dari 28 minggu), sedangan abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis
(Rustam, M., 1998).
2.    Faktor
penyebab abortus
a)    Kemiskinan
atau ketidakmampuan ekonomi. 
b)   Ketakutan
terhadap orang tua.
c)    Moralitas
sosial.
d)   Rasa
malu dan aib.
e)    Hubungan
cinta yang tidak harmonis.
f)    Pihak
pria yang tidak bertanggung jawab.
g)   Kehamilan
yang tidak diinginkan.
3.    Tanda
dan gejala gangguan psikologis pada abortus
a)    Reaksi
psikologis wanita terhadap keguguran bergantung pada konstitusi psikisnya
sendiri. 
b)   Menimbulkan
Sindrom Pasca-abortus yang meliputi menangis terus-menerus , depresi
berkepanjangan, perasaan bersalah, ketidakmampuan untuk memaafkan diri sendiri,
kesedihan mendalam, amarah, kelumpuhan emosional, problem atau kelainan
seksual, kekacauan pola makan, perasaan rendah diri, penyalahgunaan alcohol dan
obat-obatan terlarang, mimpi-mimpi buruk dan gangguan tidur lainnya, dorongan
untuk bunuh diri, kesulitan dalam relasi serangan gelisah dan panik, serta
selalu melakukan kilas balik.
4.    Pengelolaan
Gangguan Psikologis Pada Wanita Pasca-abortus
Sindrom Pasca-abortus
berada dalam kategori “kekacauan akibat stress pasca-trauma”. The American
Psychiatric Assosiation (APA) menjelaskan bahwa kekacauan akibat stress
paca-trauma terjadi apabila orang mengalami suatu peristiwa yang melampaui
batas pengalaman manusia biasa, di mana pengalaman ini hampir dipastikan akan
mengguncangkan jiwa siapa saja. Sindrom pasca-abortus ditangani dengan
konseling kejiwaan dan psikologis, namun demikian penyembuhan secara rohani
juga diperlukan. Pada dasarnya, terapi konseling untuk wanita post-aborsi tidak
jauh berbeda dengan konseling karena kehilangan, dimana dalam konseling ini
harus memperhatikan setiap fase dalam penerapannya.
F.   Gangguan  Psikologi pada Kehamilan dengan Janin Mati
Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan
janin, kegawatan janin, dan akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak terobati ( Saipuddin, A.B, 2007).
1.    Tanda
dan Gejala Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Janin  Mati
Ibu dan bayi
yang meninggal pada periode perinatal akan mengalami kesedihan yang mendalam.
Selama kehamilan mereka telah mulai mengenali dan merasa dekat dengan bayinya.
Ibu yang mengalami proses kehilangan/kematian janin dalam kandungan akan
merasakan kehilangan. Pada proses berduka ini, ibu memperlihatkan perilaku yang
khas dan merasakan reaksi emosional tertentu, yang dapat dikelompokkan dalam
berbagai tahapan berikut.
a.    Menolak
(denial). Ketika disampaikan janinnya mati,reaksi ibu pertama kali adalah syok
dan menyangkal bahwa janinnya telah mati. 
b.    Marah
(anger). Beberapa ahli menyebutkan ini sebagai tahap pencarian. Orang tua/ibu
marah, mengapa bayinya sampai bisa meninggal.
c.    Tawar-menawar
( bargaining). Dalam fase ini ortu/ibu akan mulai menawar, seandainya bayinya
tidak meninggal ia akan melakukan hal tertentu asal bayinya tetap hidup.
d.    Depresi
( depression). Emosi predominan dalam fase ini adalah kesedihan berduka
diiringi dengan kehilangan, mereka menolak dan menarik diri, orang tua mungkin
akan mengalami kesulitan untuk kembali ke kehidupan normal sehari-hari.
e.    Menerima
(acceptance). Fase akhir dari berduka meliputi penerimaan rasa kehilangan dan
kembali ke aktivitas normal sehari-hari. Hal yang sangat personal ini
membutuhkan waktu berbulan-bulan.
2.    Pengelolaan
gangguan psikologis pada kehamilan dengan janin mati
Dalam
memberikan bantuan dan konseling pada ibu dengan janin mati harus disesuaikan
dengan fase dimana ia berada. Dengan memperhatikan hal itu diharapkan bantuan
yang diberikan adalah bantuan yang tepat,bukan bantuan yang justru membuat
keadaan semakin kacau. 
G.  Gangguan
Psikologis pada Kehamilan dengan Ketergantungan Obat
Kehamilan
dengan ketergantungan obat didefinisikan sebagai kondisi suatu kehamilan,
dimana terdapat pola penggunaan zat psikoaktif dan zt lain yang memiliki
implikasi berbahaya bagi wanita dan janinnya atau bbl (Varney,2007).
1.    Jenis-jenis
obt yang menimbulkan ketergantungan
a.    Antikolinergik
Yaitu jenis obat
yang memberikan efek menenangkan,membuat pemakai tidak atau kurang mampu
merasakan sensasi. Banyak digunakan dalam tindakan medis seperti anestesi
(pembiusan), meliputi Atropin, Beladona, dan Skopolamin.
b.    Kanabis/ganja
Yaitu
jenis-jenis obat yang tergolong dalam kelas Canabis sativa atau tanaman rami.
Tanaman semak/perdu yang tumbuh secara liar di hutan yang mana daun, bunga, dan
biji kanabis berfungsi untuk relaksan dan mengatasi keracunan ringan
(infoksikasi ringan). Jenisnya antara lain adalah Mariyuana, Tetra hidrocanabinol (THC), dan
Ganja.           
c.    Sedative
pada susunan system saraf pusat
Yaitu bebagai
jenis obat-obatan yang mampu menenangkan atau menjadikan fase relaksasi pada
system SSP, yaitu barbiturate, klordiazepoksid, diazepam, flurazepam,
glutetimida, dan meprobamat.
d.   Stimulant
pada SSP
Yaitu berbagai
jenis obat-obatan yang mampu menstimulasi kerja SSP yang terdiri atas
antiobesitas, amfetamin, kokain, metilfedinat, metaqualon, dan fenmetrazin.
e.    Halusinogen
Yaitu berbagai
jenis obat-obatan yang memberikan efek rasa sejahtera dan euphoria ringan,
serta  membuat pemakainya berhalusinasi,
yaitu LSD, ketamin, meskalin, dimetiltriptamin, dan fensiklidin.
f.     Opiate/narkotik
Opiate  atau opium adalah bubuk yang dihasilkan
langsung oleh tanaman yang bernama Poppy
/ Papaver Sonmiverum dimana didalam tanaman tersebut terkandung morfin yang
sangat baik untuk menghilangkan rasa saikit dan kodein yang berfungsi sebagai
antitusif.jenisnya antara lain adalah kodein, heroin, hidromorfon, meperidin,
morfin, opium, pentazosin, dan tripelenamin.
2.    Tanda
dan gejala gangguan psikologis pada kehamilan dengan ketergantungan obat
a.    Wanita
dengan ketergantungan obat cenderung memiliki angka depresi, kepanikan,
dan   fobia yang lebih tinggi dari pria,
sehingga jika ia dalam masa kehamilan akan memberikan dampak buruk bagi
janinnya.
b.    Wanita
dengan ketergantungan obat merasa dirinya tidak hamil, sehingga ia cenderung
mengingkari kehamilannya.
c.    Wanita
hamil dengan ketergantungan obat sangat beresiko terlambat dalam melakukan
perawatan prenatal. Mereka enggan berinteraksi dengan system perawatan
kesehatan, terutama jika mereka mereka menggunakan obat-obatan terlarang yang
menyebabkan meraka ketakutan terhadap implikasi hukum. 
d.    Terdapat
perasaan berdosa dalam dirinya karena kehamilannya, sehingga takut bayi yang ia
kandung juga akn mengalami hal seperti dirinya.
e.    Bagi
wanita dengan adiksi yang tidak mau bergerak ke siklus pemulihan, setiap
kekhawatiran pada bayinya mungkin dikesampingkan oleh kekhawatirannya
mendapatkan obat.
f.     Adakalanya
kehamilan menjadi katalis untuk memulai siklus pemulihan pada wanita dengan
ketergantungan obat.
3.    Penanganan
Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Ketergantungan Obat
a.    Ketergantungan
obat merupakan suatu kondisi yang tercipta karena adanya pengaruh lingkungan
dan factor kebiasaan
b.   
Dalam penanganan
permasalahan ini perlu dilakukan konseling dengan pendekatan behavioristik,
dimana konselor membantu klien untuk belajar bertindak dengan
cara-cara yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi atau
mengeliminasi tingkah laku yang berlebih dan maladatif
c.    Tujuan
dari konseling yang diberikan adalah untuk mengubah tungkah laku yang maladatif
dsn belajar tingkah laku yang lebih efektif. Memfokuskan pada faktor-faktor
yang memepengaruhi tingkah laku dan menemukan cara untuk mengatasi tingkah laku
yang bermasalah. Dalam hal ini bidan harus mampu untuk mengubah tingkah laku maladatifnya,
yang tentunya melalui tahapan-tahapan dan proses yang kontinu.
d.   Riwayat  pasien yang lengkap dengan pertanyaan secara
spesifik sangat penting diperoleh bertujuan mendeteksi penyalahgunaan zat,
sehingga akan dapat diperoleh factor-faktor yang mempengaruhi ketergantungan
obat pada wanita tersebut. Bidan harus mengerti bahwa wanita sering kali
menggunakan lebih dari 10 zat, contohnya, wanita yang menggunakan sedatif
mungkin  juga menggunakan stimulasi 
e.   
Bidan harus mampu
memberikan penguatan/reinforcement dan
terus memberikan dukungan pada wanita dalam setiap tahap perubahan tingkah laku
pemulihannya, dan juga menanamkan pengertian akan berharganya sang buah hati,
yang dapat mendorong wanita untuk melakukan proses pemulihan. Bidan harus
memberikan dukungan kontinu pada wanita saat melakukan pemulihan dan pola
kekambuhan adiksi.
f.     
Jadilah pendengar yang
baik bagi wnaita dengan ketergantungan zat, karena sering kali penerimaan yang
baik menimbulkan kepercayaan dan rasa tenang bagi wanita.
g.   
Dengan perawatan yang
terus-menerus,bidan dapat bekerja untuk meminimalkan komplikasi ibu dan janin,
mendorong pengurangan zat dan mendukung siklus pemulihan.
h.   
Bidan perlu
berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain dalam proses pemulihan , yaitu
dengan perawat, dokter, dan psikolog, serta melibatkan keluarga dalam proses
pemulihan.
DAFTAR
PUSTAKA
Mansur, Herawati. 2009. Psikologi
Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Salemba Medika: Jakarta. 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar