A.   
Latar belakang
Pada ibu hamil banyak terjadi perubahan, baik fisik maupun fisiologis.
Perubahan fisiologis selama persalinan perlu diketahui oleh penolong persalinan
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendamping atau penolong persalinan. Dari hasil sebuah penelitian, pemberian dukungan fisik, emosional, dan psikologis selama persalinan
akan dapat membantu mempercepat proses dalam persalinan dan membantu ibu memperoleh kepuasan
ibu melalui proses persalinan
normal.
B.    
Pengertian Kala II Persalinan
Kala II persalinan adalah suatu proses
pengeluaran buah kehamilan
sebagai hasil pengenalan proses dan penatalaksanaan kala pembukaan, batasan kala II di mulai ketika
pembukaan serviks sudah lengkap (10cm)
dan berakhir dengan kelahiran
bayi, kala II juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi (Depkes RI 2001).
1.     
Kontraksi uterus
Kontraksi ini disebut dengan “ His
Pengeluaran” dan bersifat nyeri yang disebabkan oleh anoxia dari sel – sel otot
tekanan pada ganglia dalam serviks dan Segmen Bawah Rahim (SBR), regangan dari
servik, regangan dan tarikan pada peritoneum, itu semua terjadi pada saat kontraksi.
Adapun kontraksi yang bersifat berkala dan yang harus diperhatikan adalah
lamanya kontraksi berlangsung selama 60-90 detik, kekuatan kontraksi, kekuatan kontraksi secara kliniks
ditentukan dengan mencoba apakah jari kita dapat menekan dinding rahim ke dalam, interval antara kedua
kontraksi, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
Kontraksi uterus pada persalinan mempunyai sifat tersendiri. Kontraksi
menimbulkan nyeri, merupakan satu-satunya kontraksi normal muskulus. Kontraksi
ini dikendalikan oleh syaraf intrinsik, tidak disadari, tidak dapat diatur oleh
ibu bersalin, baik frekuensi maupun lama kontraksi.
Sifat khas:
a. Rasa sakit dari fundus
merata ke seluruh uterus sampai berlanjut ke punggung bawah.
b. Penyebab rasa nyeri
belum diketahui secara pasti.
Beberapa dugaan penyebab antara lain :
1) Pada saat kontraksi
terjadi kekurangan oksigen pada miometrium.
2) Penekanan ganglion
syaraf di serviks dan uterus bagian bawah.
3) Peregangan servik akibat
dari pelebaran serviks.
4) Peregangan peritoneum
sebagai organ yang menyelimuti uterus.
Pada awal persalinan kontraksi uterus terjadi
selama 15-20 detik. Pada saat memasuki fase aktif, kontraksi terjadi selama
45-90 detik rata-rata 60 detik. Dalam satu kali kontraksi terjadi 3 fase, yaitu
fase naik, puncak dan turun. Pada saat fase naik lamanya 2 kali fase lainnya.
Pemeriksaan kontraksi uterus meliputi, frekuensi, durasi/lama, intensitas/kuat
lemah. Frekuensi dihitung dari awal timbulnya kontraksi sampai muncul kontraksi
berikutnya. Pada saat memeriksa durasi/lama kontraksi, perlu diperhatikan bahwa
cara pemeriksaan kontraksi uterus dilakukan dengan palpasi pada perut. Karena
bila berpedoman pada rasa sakit yang dirasakan ibu bersalin saja kurang akurat.
Pada saat awal kontraksi biasanya ibu bersalin belum merasakan sakit, begitu
juga saat kontraksi sudah berakhir, ibu bersalin masih merasakan sakit. Begitu
juga dalam menentukan intensitas kontraksi uterus/ kekuatan kontraksi uterus,
hasil pemeriksaan yang disimpulkan tidak dapat diambil dari seberapa reaksi
nyeri ibu bersalin pada saat kontraksi. Ambang rasa nyeri tiap individu
berbeda. Pada ibu bersalin yang belum siap menghadapi persalinan, kurang matang
psikologis, tidak mengerti proses persalinan yang ia hadapi akan bereaksi
serius dengan berteriak keras saat kontraksi walaupun kontraksinya lemah.
Sebaliknya ibu bersalin yang sudah siap menghadapi persalinan, matang
psikologis, mengerti tentang proses persalinan, mempunyai ketabahan, kesabaran
yang kuat, pernah melahirkan, didampingi keluarga dan didukung oleh penolong
persalinan yang profesional, dapat menggunakan teknik pernapasan untuk
relaksasi, maka selama kontraksi yang kuat tidak akan berteriak. Intensitas
dapat diperiksa dengan cara jari-jari tangan ditekan pada perut, bisa atau
tidak uterus ditekan. Pada kontraksi yang lemah akan mudah dilakukan, tetapi
pada kontraksi yang kuat, hal itu tidak mudah dilakukan. Bila dipantau dengan
monitor janin, kontraksi uterus yang paling kuat pada fase kontraksi puncak
tidak akan melebihi 40 mmHg.
Selanjutnya, kesimpulan pemeriksaan kontraksi
uterus tidak hanya meliputi frekuensi, durasi/ lama, intensitas/ kuat lemah
tetapi perlu diperhatikan juga pengaruh dari ketiga hal tersebut mulai dari
kontraksi yang belum teratur hingga akhir persalinan. Misalnya pada awal
persalinan, kontraksi uterus setiap 20-30 menit selama 20-25 detik, intensitas
ringan lama-kelamaan menjadi 2-3 menit, lama 60-90 detik, maka hal ini akan
menghasilkan pengeluaran janin. Bila ibu bersalin mulai berkontraksi selama 5
menit selama 50-60 detik dengan intensitas cukup kuat maka dapat terjadi
kontraksi tidak dapat teratur, frekuensi lebih sering, durasi lebih lama.
Terkadang dapat terjadi disfungsi uterin, yaitu kemajuan proses persalinan yang
meliputi dilatasi servik/ pelebaran serviks, mekanisme penurunan kepala memakan
waktu yang lama, tidak sesuai dengan harapan.
Kontraksi uterus bervariasi pada setiap bagian
karena mempunyai pola gradien. Kontraksi yang kuat mulai dari fundus hingga
berangsur-angsur berkurang dan tidak ada sama sekali kontraksi pada serviks.
Hal ini memberikan efek pada uterus sehingga uterus terbagi menjadi dua zona,
yaitu zona atas dan zona bawah uterus.zona atas merupakan zona yang berfungsi
mengeluarkan janin karena merupakan zona yang berkontraksi dan menebal, dan
sifatnya aktif. Zona ini terbentuk akibat mekanisme kontraksi otot. Pada saat
relaksasi panjang otot tidak bisa kembali ke ukuran semula, ukuran panjang otot
selama masa relaksasi semakin memendek, dan setiap terjadi relaksasi ukuran
panjang otot semakin memendek dan demikian seterusnya setiap kali terjadi
relaksasi seehingga zona atas semakin menebal dan mencapai batas tertentu pada
saat zona bawah semakin tipis dan luas.
Sedangkan zona bawah terdiri dari istmus dan
servik uteri. Pada saat persalinan istmus uteri disebut sebagai segmen bawah
rahim. Zona ini sifatnya pasif tidak berkontraksi seperti zona atas. Zona bawah
menjadi tipis dan membuka akibat dari sifat pasif dan pengaruh dari kontraksi
pada zona atas sehingga janin dapat melewatinya. Jika zona bawah ikut
berkontraksi seperti zona atas maka tidak dapat terjadi dilatasi/ pembukaan
servik, hal ini dapat mempersulit proses persalinan.
2.     
Perubahan – perubahan pada serviks
Keadaan
Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen Bawah Rahim (SBR), Dalam persalinan perbedaan SAR dan SBR akan tampak lebih jelas,
dimana SAR dibentuk oleh korpus uteri dan bersifat memegang peranan aktif
(berkontraksi) dan dindingnya bertambah tebal dengan majunya persalinan, dengan
kata lain SAR mengadakan suatu kontraksi menjadi tebal dan mendorong anak keluar. Sedangkan SBR
dibentuk oleh isthimus uteri yang sifatnya memegang peranan pasif dan makin
tipis dengan majunya persalinan( disebabkankarena regangan), dengan kata lain
SBR dan servik mengadakan relaksasi dan dilatasi.
Perubahan
pada servik pada kala II ditandai dengan pembukaan lengkap, pada pemerikaan
dalam tidak teraba lagi bibir portio, Segmen Bawah Rahim (SBR), dan servik.
3.     
Perubahan pada vagina dan dasar panggul
Setelah pembukaan lengkap dan ketuban telah
pecah terjadi perubahan, terutama pada dasar panggul yang direnggangkan oleh
bagian depan janin sehingga menjadi saluran yang dinding – dindingnya tipis
karena suatu regangan dan kepala sampai vulva, lubang vulva menghadap kedepan
atas dan anus, menjadi terbuka, perenium menonjol dan tidak lama kemudian
kepala janin tampak pada vulva.
4. Ekspulsi janin
Setelah terjadinya rotasi luar, bahu depan
berfungsi sebagai hypomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian setelah
kedua bahu lahir disusul lahirlah trochanter depan dan belakang sampai lahir
janin seluruhnya. Gerakan kelahiran bahu depan, bahu belakang, dan badan
seluruhnya.
5.Pengobatan 
Proses fisiologis kala dua persalinan diartikan sebagai
serangkaian peristiwa alamiah yang terjadi di sepanjang periode tersebut dan
diakhiri dengan lahirnya bayi secara normal ( dengan kekuatan ibu sendiri).
Gejala dan tanda kala dua juga merupakan mekanisme alamiah bagi ibu dan penolong
persalinan bahwa proses pengeluaran bayi sudah dimulai. Setelah terjadi
pembukaan lengkap, beritahukan
pada ibu bahwa hanya dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan ia,
1) untuk meneran dan kemudian beristirahat di
antara kontraksi. Ibu dapat memilih posisi yang nyaman, baik berdiri, berjongkok atau miring yang dapat
mempersingkat kala dua.
2) Beri keleluasaan untuk ibu mengeluarkan suara
selama persalinan dan kelahiran,
jika ibu memang menginginkan atau dapat mengurangi rasa tidak nyaman yang
dialaminya.
3) Pada masa sebelum  ini, sebagian besar penolong akan segera memimpin persalinan dengan
mengisntruksikan untuk “menarik nafas panjang dan meneran” segera setelah
terjadi pembukaan lengkap. Ibu dipimpin meneran tanpa henti selama 10 detik
atau lebih tiga sampai empat kali per kontraksi(Sagady,1995).
Hal ini ternyata akan mengurangi pasokan oksigen ke bayi, yang ditandai
dengan menurunya Denyut Jantung Janin (DJJ) dan nilai Apgar yang lebih rendah dari nilai normal
(Enkin, et al,2000).
Cara meneran seperti tersebut di atas, tidak termasuk dalam
penatalaksanaan fisiologis kala dua. Pada penatalaksanaan fisiologis pada kala
dua, ibu memegang kendali dan mengatur saat meneran. Penolong persalinan hanya
memberikan bimbingan tentang cara meneran yang efektif dan benar. Harap diingat
bahwa sebagian besar daya dorong untuk melahirkan bayi, dihasilkan dari
kontraksi uterus. Meneran hanya menambah daya kontraksi untuk mengeluarkan
bayi.
Daftar Pustaka
Rohani, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa
Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.
Sumarah, dkk. 2008. Perawatan Ibu Bersalin.
Yogyakarta: Fitramaya.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: Bina pustaka.
Yulianti, Lia, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan II
(persalinan). Jakarta: Trans Info Media.
http://kebidananella.blogspot/2012/01/asuhan-
kebidanan-2-persalinan.html
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar