Selasa, 21 Januari 2014

PERUBAHAN FISIOLOGIS KALA II PERSALINAN



A.    Latar belakang

Pada ibu hamil banyak terjadi perubahan, baik fisik maupun fisiologis. Perubahan fisiologis selama persalinan perlu diketahui oleh penolong persalinan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendamping atau penolong persalinan. Dari hasil sebuah penelitian, pemberian dukungan fisik, emosional, dan psikologis selama persalinan akan dapat membantu mempercepat proses dalam persalinan dan membantu ibu memperoleh kepuasan ibu melalui proses persalinan normal.


B.     Pengertian Kala II Persalinan

Kala II persalinan adalah suatu proses pengeluaran buah kehamilan sebagai hasil pengenalan proses dan penatalaksanaan kala pembukaan, batasan kala II di mulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10cm) dan berakhir dengan kelahiran bayi, kala II juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi (Depkes RI 2001).


1.      Kontraksi uterus

Kontraksi ini disebut dengan “ His Pengeluaran” dan bersifat nyeri yang disebabkan oleh anoxia dari sel – sel otot tekanan pada ganglia dalam serviks dan Segmen Bawah Rahim (SBR), regangan dari servik, regangan dan tarikan pada peritoneum, itu semua terjadi pada saat kontraksi. Adapun kontraksi yang bersifat berkala dan yang harus diperhatikan adalah lamanya kontraksi berlangsung selama 60-90 detik, kekuatan kontraksi, kekuatan kontraksi secara kliniks ditentukan dengan mencoba apakah jari kita dapat menekan dinding rahim ke dalam, interval antara kedua kontraksi, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
Kontraksi uterus pada persalinan mempunyai sifat tersendiri. Kontraksi menimbulkan nyeri, merupakan satu-satunya kontraksi normal muskulus. Kontraksi ini dikendalikan oleh syaraf intrinsik, tidak disadari, tidak dapat diatur oleh ibu bersalin, baik frekuensi maupun lama kontraksi.


Sifat khas:

a. Rasa sakit dari fundus merata ke seluruh uterus sampai berlanjut ke punggung bawah.
b. Penyebab rasa nyeri belum diketahui secara pasti.

Beberapa dugaan penyebab antara lain :

1) Pada saat kontraksi terjadi kekurangan oksigen pada miometrium.
2) Penekanan ganglion syaraf di serviks dan uterus bagian bawah.
3) Peregangan servik akibat dari pelebaran serviks.
4) Peregangan peritoneum sebagai organ yang menyelimuti uterus.

Pada awal persalinan kontraksi uterus terjadi selama 15-20 detik. Pada saat memasuki fase aktif, kontraksi terjadi selama 45-90 detik rata-rata 60 detik. Dalam satu kali kontraksi terjadi 3 fase, yaitu fase naik, puncak dan turun. Pada saat fase naik lamanya 2 kali fase lainnya. Pemeriksaan kontraksi uterus meliputi, frekuensi, durasi/lama, intensitas/kuat lemah. Frekuensi dihitung dari awal timbulnya kontraksi sampai muncul kontraksi berikutnya. Pada saat memeriksa durasi/lama kontraksi, perlu diperhatikan bahwa cara pemeriksaan kontraksi uterus dilakukan dengan palpasi pada perut. Karena bila berpedoman pada rasa sakit yang dirasakan ibu bersalin saja kurang akurat. Pada saat awal kontraksi biasanya ibu bersalin belum merasakan sakit, begitu juga saat kontraksi sudah berakhir, ibu bersalin masih merasakan sakit. Begitu juga dalam menentukan intensitas kontraksi uterus/ kekuatan kontraksi uterus, hasil pemeriksaan yang disimpulkan tidak dapat diambil dari seberapa reaksi nyeri ibu bersalin pada saat kontraksi. Ambang rasa nyeri tiap individu berbeda. Pada ibu bersalin yang belum siap menghadapi persalinan, kurang matang psikologis, tidak mengerti proses persalinan yang ia hadapi akan bereaksi serius dengan berteriak keras saat kontraksi walaupun kontraksinya lemah. Sebaliknya ibu bersalin yang sudah siap menghadapi persalinan, matang psikologis, mengerti tentang proses persalinan, mempunyai ketabahan, kesabaran yang kuat, pernah melahirkan, didampingi keluarga dan didukung oleh penolong persalinan yang profesional, dapat menggunakan teknik pernapasan untuk relaksasi, maka selama kontraksi yang kuat tidak akan berteriak. Intensitas dapat diperiksa dengan cara jari-jari tangan ditekan pada perut, bisa atau tidak uterus ditekan. Pada kontraksi yang lemah akan mudah dilakukan, tetapi pada kontraksi yang kuat, hal itu tidak mudah dilakukan. Bila dipantau dengan monitor janin, kontraksi uterus yang paling kuat pada fase kontraksi puncak tidak akan melebihi 40 mmHg.
Selanjutnya, kesimpulan pemeriksaan kontraksi uterus tidak hanya meliputi frekuensi, durasi/ lama, intensitas/ kuat lemah tetapi perlu diperhatikan juga pengaruh dari ketiga hal tersebut mulai dari kontraksi yang belum teratur hingga akhir persalinan. Misalnya pada awal persalinan, kontraksi uterus setiap 20-30 menit selama 20-25 detik, intensitas ringan lama-kelamaan menjadi 2-3 menit, lama 60-90 detik, maka hal ini akan menghasilkan pengeluaran janin. Bila ibu bersalin mulai berkontraksi selama 5 menit selama 50-60 detik dengan intensitas cukup kuat maka dapat terjadi kontraksi tidak dapat teratur, frekuensi lebih sering, durasi lebih lama. Terkadang dapat terjadi disfungsi uterin, yaitu kemajuan proses persalinan yang meliputi dilatasi servik/ pelebaran serviks, mekanisme penurunan kepala memakan waktu yang lama, tidak sesuai dengan harapan.
Kontraksi uterus bervariasi pada setiap bagian karena mempunyai pola gradien. Kontraksi yang kuat mulai dari fundus hingga berangsur-angsur berkurang dan tidak ada sama sekali kontraksi pada serviks. Hal ini memberikan efek pada uterus sehingga uterus terbagi menjadi dua zona, yaitu zona atas dan zona bawah uterus.zona atas merupakan zona yang berfungsi mengeluarkan janin karena merupakan zona yang berkontraksi dan menebal, dan sifatnya aktif. Zona ini terbentuk akibat mekanisme kontraksi otot. Pada saat relaksasi panjang otot tidak bisa kembali ke ukuran semula, ukuran panjang otot selama masa relaksasi semakin memendek, dan setiap terjadi relaksasi ukuran panjang otot semakin memendek dan demikian seterusnya setiap kali terjadi relaksasi seehingga zona atas semakin menebal dan mencapai batas tertentu pada saat zona bawah semakin tipis dan luas.
Sedangkan zona bawah terdiri dari istmus dan servik uteri. Pada saat persalinan istmus uteri disebut sebagai segmen bawah rahim. Zona ini sifatnya pasif tidak berkontraksi seperti zona atas. Zona bawah menjadi tipis dan membuka akibat dari sifat pasif dan pengaruh dari kontraksi pada zona atas sehingga janin dapat melewatinya. Jika zona bawah ikut berkontraksi seperti zona atas maka tidak dapat terjadi dilatasi/ pembukaan servik, hal ini dapat mempersulit proses persalinan.


2.      Perubahan – perubahan pada serviks

Keadaan Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen Bawah Rahim (SBR), Dalam persalinan perbedaan SAR dan SBR akan tampak lebih jelas, dimana SAR dibentuk oleh korpus uteri dan bersifat memegang peranan aktif (berkontraksi) dan dindingnya bertambah tebal dengan majunya persalinan, dengan kata lain SAR mengadakan suatu kontraksi menjadi tebal dan mendorong anak keluar. Sedangkan SBR dibentuk oleh isthimus uteri yang sifatnya memegang peranan pasif dan makin tipis dengan majunya persalinan( disebabkankarena regangan), dengan kata lain SBR dan servik mengadakan relaksasi dan dilatasi.
Perubahan pada servik pada kala II ditandai dengan pembukaan lengkap, pada pemerikaan dalam tidak teraba lagi bibir portio, Segmen Bawah Rahim (SBR), dan servik.

3.      Perubahan pada vagina dan dasar panggul

Setelah pembukaan lengkap dan ketuban telah pecah terjadi perubahan, terutama pada dasar panggul yang direnggangkan oleh bagian depan janin sehingga menjadi saluran yang dinding – dindingnya tipis karena suatu regangan dan kepala sampai vulva, lubang vulva menghadap kedepan atas dan anus, menjadi terbuka, perenium menonjol dan tidak lama kemudian kepala janin tampak pada vulva.

4. Ekspulsi janin

Setelah terjadinya rotasi luar, bahu depan berfungsi sebagai hypomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian setelah kedua bahu lahir disusul lahirlah trochanter depan dan belakang sampai lahir janin seluruhnya. Gerakan kelahiran bahu depan, bahu belakang, dan badan seluruhnya.







5.Pengobatan

Proses fisiologis kala dua persalinan diartikan sebagai serangkaian peristiwa alamiah yang terjadi di sepanjang periode tersebut dan diakhiri dengan lahirnya bayi secara normal ( dengan kekuatan ibu sendiri). Gejala dan tanda kala dua juga merupakan mekanisme alamiah bagi ibu dan penolong persalinan bahwa proses pengeluaran bayi sudah dimulai. Setelah terjadi pembukaan lengkap, beritahukan pada ibu bahwa hanya dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan ia,

1) untuk meneran dan kemudian beristirahat di antara kontraksi. Ibu dapat memilih posisi yang nyaman, baik berdiri, berjongkok atau miring yang dapat mempersingkat kala dua.
2) Beri keleluasaan untuk ibu mengeluarkan suara selama persalinan dan kelahiran, jika ibu memang menginginkan atau dapat mengurangi rasa tidak nyaman yang dialaminya.
3) Pada masa sebelum  ini, sebagian besar penolong akan segera memimpin persalinan dengan mengisntruksikan untuk “menarik nafas panjang dan meneran” segera setelah terjadi pembukaan lengkap. Ibu dipimpin meneran tanpa henti selama 10 detik atau lebih tiga sampai empat kali per kontraksi(Sagady,1995).

Hal ini ternyata akan mengurangi pasokan oksigen ke bayi, yang ditandai dengan menurunya Denyut Jantung Janin (DJJ) dan nilai Apgar yang lebih rendah dari nilai normal (Enkin, et al,2000).

Cara meneran seperti tersebut di atas, tidak termasuk dalam penatalaksanaan fisiologis kala dua. Pada penatalaksanaan fisiologis pada kala dua, ibu memegang kendali dan mengatur saat meneran. Penolong persalinan hanya memberikan bimbingan tentang cara meneran yang efektif dan benar. Harap diingat bahwa sebagian besar daya dorong untuk melahirkan bayi, dihasilkan dari kontraksi uterus. Meneran hanya menambah daya kontraksi untuk mengeluarkan bayi.












Daftar Pustaka
Rohani, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.
Sumarah, dkk. 2008. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta: Fitramaya.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina pustaka.
Yulianti, Lia, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan II (persalinan). Jakarta: Trans Info Media.
http://kebidananella.blogspot/2012/01/asuhan- kebidanan-2-persalinan.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar