Selasa, 21 Januari 2014

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DAN MENYUSUI (DEMAM, MUNTAH, DAN NYERI BERKEMIH)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa nifas adalah masa setelah partus sampai kurang lebih 6 minggu. Pada masa ini banyak sekali terjadi perubahan-perubahan pada diri klien. Perubahan-perubahan yang bertujuan pada pengembalian tubuh terutama alap reproduksi ke keadaan seperti sebelum hamil. Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama.
Kasus infeksi nifas sering terjadi. Namun akan sembuh dengan pengobatan yang benar dan baik. Menurut derajatnya, septikemia merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi,diikuti peritonitis umum dan piemia. Infeksi post partum bila tidak diatasi dengan baik dan profesional sering mengalami kematian. Terutama bila sumber infeksi telah menjalar pada organ-organ vital. Dengan majunya ilmu keperawatan, mahasiswa keperawatan diharapkan mampu mengetahui asuhan keperawatan yang komprehensif yang dapat di manifestasikan dengan memberikan perawatan post partum untuk mencegah terjadinya infeksi dan komplikasi. Mahasiswa perawat juga diharapkan mampu dalam memberikan penyuluhan kesehatan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang optimal.
Perubahan-perubahan yang terjadi tidak semua diketahui oleh wanita post pertum oleh karena itu adanya asuhan kebidanan diharapkan mampu membantu wanita menghadapi masa-masa pertama setelah melahirkan. Terlebih lagi saat ibu dan bayi dirawat dalam satu ruangan maka asuhan ini dapat memberikan pengalaman dan pengajaran merawat diri dan bayinya secara mandiri.


1
 
 
1.2. Tujuan Penulisan
A.        Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan pendekatan manajemen kebidanan.
B.   Tujuan Khusus :
1.        Melakukan pengkajian pada ibu nifas
2.        Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada ibu nifas
3.        Mengantisipasi masalah potensia pada ibu nifas
4.        mengidentifikasi kebutuhan segera
5.        melakukan intervensi
6.        Melakukan implementasi
7.        Melakukan evaluasi

1.3.         Rumusan masalah
Kurangnya pengetahuan tentang deteksi dini komplikasi masa nifas dan penanganannya

1.4.         Manfaat
A. Dapat menambah ilmu.
B. Mengetahui komplikasi masa nifas dan penanganannya
2
 
C. Sebagai suatu acuan pembelajaran mahasiswa kebidanan
1.5.         Metode penulisan
Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan. Metode studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca telaah pustaka. Selain itu, tim penulis juga memperoleh data dari internet.


















3
 
 
BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Definisi

Demam nifas meliputi demam pada masa nifas oleh sebab apa pun. Menurut Joint Committee on Maternal Welfare, AS morbiditas puerperalis ialah kenaikan C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama post°suhu sampai 38 partum dengan mengecualikan hari pertama. Suhu diukur dari mulut sedikit-dikitnya 4 kali sehari.
Pada masa nifas dini sensitifitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan serta analgesia epidural atau spinal. Sensasi peregangan kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman, yang ditimbulkan oleh epiosomi yang lebar, laserasi, hematom dinding vagina.

2.2.       Etiologi
                 Bermacam-macam
1.    Eksasogen       : kuman datang dari luar.
2.    Autogen          : kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh.
3.    Endogen          : dari jalan lahir sendiri.
Selain itu infeksi nifas dapat pula disebabkan oleh:
4
 
1.    Streptococcus haemolytieus aerobicus merupakan sebab infeksi yang paling berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
2.    Staphylococcus aerus menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi infeksi umum. Banyak ditemukan di RS dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat.
3.    E. coli berasal dari kandung kemih atau rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva dan endometrium.
4.    Clostridium Welchii, bersifat anaerob. Jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis.
Cara terjadinya infeksi:
1.    Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung tangan atau alat- alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman.
2.    Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau yang membantunya.
3.    Hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
4.    Dalam RS banyak kuman-kuman patogen yang berasal dari penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara ke mana-mana antara lain ke handuk, kain-kain, alat-alat yang suci hama dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau nifas.
5.    Coitus pada akhir kehamilan bukan merupakan sebab yang paling penting kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
6.    Infeksi intra partum. Biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan periksa dalam.
5
 
7.    Gejala: kenaikan suhu disertai leukositosis dan tachikardi, denyut jantung janin meningkat, air ketuban menjadi keruh dan berbau.
8.    Prognosis infeksi intra partum sangat tergantung dari jenis kuman, lamanya infeksi berlangsung, dapat/tidaknya persalinan berlangsung tanpa banyak perlukaan jalan lahir.

2.3.     Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinanan, begitu juga vulva, vagina, perineum merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya.
Infeksi nifas dapat terbagi dalam 2 golongan :
1.  Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, seviks dan endometrium.
2. Penyebaran dari tempat-tempat melalui vena, jalan limfe dan melalui permukaan endometrium.
Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina, Serviks dan Endometrium
1. Vulvitis. Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitar membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan megeluarkan pus.
2. Vaginitis. Dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum, permukaan mokusa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus.
6
 
3. Sevicitis.Sering terjadi tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
4. Endometritis. Paling sering terjadi. Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insertio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran. Penyebaran melalui pembuluh darah (Septikemia dan Piemia) Merupakan infeksi umum disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas. Penyebaran melalui jalan limfe. Peritonitis dan Parametritis (Sellulitis Pelvika) Penyebaran melalui permukaan endometrium. Salfingitis dan Ooforitis

2.4.       Faktor Predisposisi
1. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak, pre ekslampsi, infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
2. Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama.
3. Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
4. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah.

2.5.       DIAGNOSA
Sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri berkemih(disuria), sering berkemih, dan tak dapat menahan untuk berkemih. Demam biasanya jarang terjadi. Adanya retensi urine pasca persalinan umumnya merupakan tanda adanya infeksi.
7
 
Pielonefritis memberikan gejala yang lebih berat, demam, menggigil ,serta perasaan mual dan muntah. Selain disuria, dapat juga terjadi piuria dan hematuria.
2.6.      Komplikasi Demam, Muntah, dan Sakit Berkemih
Pelvis renalis dan ureter, yang meregang dan dilatasi selama kehamilan, kembali normal pada akhir minggu keempat pascapartum. Segera setelah pascapartum kandung kemih,edema, mengalami kongesti, dan hipotonik, yang dapat menyebabkan overdistensi, pengosongan yang tidak lengkap, dan residu urine yang berlebihan kecuali perawatan diberikan untuk memastikan berkemih secara periodik. Uretra jarang mengalami obstruksi, tetapi mungkin tidak dapat dihindari akibat persalinan lama dengan kepala janin dalam panggul.
Efek persalinan pada kandung kemih dan uretra menghilang dalam 24 jam pertama pascapartum, kecuali wanita mengalami infeksi seluruh saluran kemih. Sekitar 40 % wanita pascapartum tidak mengalami proteinuria nonpatologis sejak segera setelah melahirkan hingga hari kedua pascapartum. Spesimen urine harus berupa urine yang diambil bersih atau kateterisasi, karena kontaminasi lokia juga akan menghasilkan preeklamsia.
Diuresis mulai segera setelah melahirkan dan berakhir hingga hari kelima pascapartum. Produksi urine mungkin lebih dari 3000 ml per hari. Diuresis adalah rute utama tubuh untuk membuang kelebihan cairan intertisial dan kelebihan volume darah. Hal ini merupakan penjelasan terhadap perpirasi yang cukup banyak yang dapat terjadi selama hari – hari pertama pascapartum.

2.7.         Penanganan/penatalaksanaan
Antibiotik yang terpilih meliputi golongan nitrofurantoin, sulfonamit, trimetoprim, mikrobakterial terhadap golongan penicillin.
Pielonefritis membutuhkan penanganan yang lebih awal, pemberian dosis awal antibiotic yang tinggi secara intravena, misalnya sefalosforin 3-6 gram/hari dengan atau tanpa aminoglikosida. Sebaliknya juga dilakukan kultur urine.


8
 
 
2.8.       TANDA DAN GEJALA
Beberapa tanda khusus untuk setiap infeksi adalah:
1.         Endometritis
a. Tergantung pada jenis virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir.
b.Biasanya demam mulai 48 jam pertama post partum bersifat naik turun.
c. Lokia bertambah banyak, berwarna merah atau coklat dan berbau.
d. Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut Lokiometra.
e.Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.

2.         Septikemia dan Piemia
a. Septikemia adalah keadaan dimana kuman-kuman atau toxinnya langsung masuk ke dalam peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum.
b.Piemia dimulai dengan tromboplebitis vena-vena daerah perlukaan lalu lepas menjadi embolus-embolus kecil dibawa keperadaran darah umum dan terjadilah infeksi dan abses pada organ-organ tubuh yang dihinggapinya.
c.Keduanya merupakan infeksi berat.
d. Gejala septikemia lebih akut dan dari awal ibu kelihatan sudah sakit dan lemah.
9
 
e.Keadaan umum jelek
f.Suhu meningkat antara 39°C – 40°C, menggigil, nadi cepat 140 – 160 x per menit atau lebih. TD turun, keadaan umum memburuk. Sesak nafas, kesadaran turun, gelisah.
g.Piemia dimulai dengan rasa sakit pada daerah tromboplebitis, setelah ada penyebaran trombus terjadi gejala umum diatas.
h. Lab: leukositosis.
i.Lochea: berbau, bernanah, involusi jelek.
3.         Peritonitis
a.Peritonitis terbatas pada daerah pelvis (pelvia peritonitis): demam, nyeri perut bagian bawah, KU baik.
b.Peritonitis umum: suhu meningkat, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, terdapat abses pada cavum Douglas

4.         Sellulitis Pelvika
Pada periksa dalam dirasakan nyeri, demam tinggi menetap dari satu minggu, nadi cepat, perut nyeri, sebelah/kedua belah bagian bawah terjadi pembentukkan infiltrat yang dapat teraba selamaVT. Infiltrat kadang menjadi abses.
5.         Salfingitis dan Ooforitis
Gejala hampir sama dengan pelvio peritonitis.

2.9.      Pengobatan Infeksi Nifas
10
 
Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan serviks, luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat. Berikan dosis yang cukup dan adekuat. Sambil menunggu hasil laboratorium berikan antibiotika spektrum luas. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai.


















11
 
 
BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Dalam penerimaan masalah baik fisiologis maupun potologis setiap orang berbeda-beda hal ini tergantung dari tingkat pengetahuan maupun wawasan masing-masing individu serta lingkungan dan budaya yang selalu mempengarui kehidupannya.
Asuhan kebidanan pada ibu nifas akan lebih baik bila melibatkan keluarga. Oleh karena orang terdapat dalam memberikan asuhan adalah keluarga disamping ituibu juga masih memerlukan bantuan dan dukungan penuh untuk kesehatan fisik maupun psikologis.
3.2         Saran
Bagi Tenaga Kesehatan : Diharapkan petugas memberikan pelayanan Kesehatan yang komprehensif dan meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat.
Bagi Pembimbing : Mohon dalam melakukan bimbingan penyusunan asuhan kebidanan mengacu pada satu pedoman, agar mahasiswa tidak kesulitan dalam penyusunan Askeb.








12
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar