Faktor penyebab terjadinya atonia uteri adalah
a.      
Umur  
:           Umur yang terlalu
muda atau tua
b.      Paritas
:           Sering dijumpai
para multipara dan grandemultipara
c.      
Partus lama
dan partus terlantar
d.      Obstein
operatif dan narkosa
e.      
Uterus
terlalu tegang dan besar, misalnya pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
f.      
Kelainan
pada uterus, seperti mioma uteri, uterus cauvelair pada solusio plasenta.
g.      Faktor sosio
ekonomi, yaitu mamumsi
- Sisa plasenta dan selaput ketuban
- Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, famiks dan rahim.
- Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya a atau
hipofibrinogenemia yang sering dijumpai pada :
- Perdarahan yang banyak
- Solusio plasenta
- Kematian janin yang lama dalam kandungan
- Pre-eklamsi dan eklamsi
- Infeksi, hepatitis dan septik syok
C.   
Diagnosis
(Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH : 1998)
Pada tiap-tiap perdarahan post partum harus dicari apa
penyebabnya secara ringkas membuat diagnosis adalah seperti bagan dihalaman
berikut.
Pada ibu yang bersalin penting sekali dilakukan
pengukuran kadar darah secara rutin : serta pengawasan tekanan darah, nadi,
pernafasan ibu dan periksa juga kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam.
D.   
Gambaran
Klinis (Human labor and birth : 1996)
Gambaran klinisnya berupa perdarahan terus-menerus dan
keadaan pasien secara berangsur-angsur menjadi semakin jelek. Denyut nadi
menjadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, pasien berubah pucar dan
dingin, dan napasnya menjadi sesak, terengah-engah, berkeringat dan akhirnya
coma serta meninggal dunia. Situasi yang berbahaya adalah kalau denyut nadi dan
tekanan darah hanya memperlihatkan sedikit perubahan untuk beberapa saat karena
adanya mekanisme kompensasi vaskuler. Kemudian fungsi kompensasi ini tidak bisa
dipertahankan lagi, denyut nadi meningkat dengan cepat, tekanan darah tiba-tiba
turun, dan pasien dalam keadaan shock. Uterus dapat terisi darah dalam jumlah
yang cukup banyak sekalipun dari luar hanya terlihat sedikit. Bahaya perdarahan
post partum ada dua, pertama : anemia yang berakibat perdarahan tersebut
memperlemah keadaan pasien, menurunkan daya tahannya dan menjadi faktor
predisposisi terjadinya infekol nifas. Kedua : Jika kehilangan darah ini tidak
dihentikan, akibat akhir tentu saja kematian.
E.    
Penanganan
(Sarwono Prawirohardjo : 2005)
Atonia Uteri
1.      Kenali dan
tegakkan diagnosis kerja atonia uteri
2.      Sementara
dilakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan kompresi bimanual
3.      Pastikan
plasentaa lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal,
lakukan evakuasi sisa plasenta) dan tak ada laserasi janin lahir
4.      Berikan
tranfusi darah bila sangat diperlukan
5.      Lakukan uji
beku darah (lihat solusio plasenta) untuk konfirmasi sistem pembekuan darah.
6.      Bila semua
tindakan diatas telah dilakukan tetetapi masih terjadi perdarahan lakukan
tindakan spesifik (lihat bagian prosedur klinik) sbb :
1.      Pada fasilitas
pelayanan kesehatan dasar 
     a. Kompresi  bimanual
eksternal
                   
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua
belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliraan darah yang keluar,
bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat
kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan. Bila belum
berhasil, coba dengan kompresi bimanual internal.
    b.   Kompresi bimanual
internal
        Uterus ditekan
di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina
untuk menjepit pembuluh darah didalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme
kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila
perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali.
Apabila perdarahan tetap terjadi, cobakan kompresi aorta abdominalis.
   c.   Kompresi aortaa
abdominalis
        Raba arteri
femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut, genggam
tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu
badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat, akan
menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri pemoralis. Lihat hasil
kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.
2.      Pada rumah sadar
rujukan
    a.   Ligasi arteri uterna
dan ovarika
    b.   Histereldomi
  1.Pengertian
      Atonia uteri adalah uterus tidak berkontraksi
dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri/ massase (plasenta
telah lahir). (DepKes Jakarta, 2002)
   
Atonia uteri adalah kegagalan serabut- serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum
yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam
setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat
mengarah pada terjadinya syok hipovolemik. (Askeb IV Patologi Kebidanan, 2010)
     2. Etiologi 
     
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia
uteri antara lain:
¢Overdistention uterus, seperti gemelli, makrosomia,
polihidramnion, dan paritas tinggi 
¢Umur yang terlalu muda atau terlalu tua 
¢Partus lama
¢Malnutrisi 
¢Multipara dengan jarak kehamilan pendek 
3.Pencegahan 
       Pemberian oksitosin pada kala 3 dapat mengurangi
resiko perdarahan postpartum lebih dari 40% dan juga dapat mengurangi kebutuhan
obat tersebut sebagai therapy.
    
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu reaksi yang
cepat dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah. Pemberian oksitosin paling
bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala 3 harus dilakukan
pemberian oksitosin setelah bayi lahir.
 4.Manajemen atonia uteri
  a.Massase dan kompresi bimanual
   
kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.
 
  Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta
   
maksimal 15 detik, jika uterus berkontraksi maka
   
lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi
   
perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum
 
  atau vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau
   Pengertian
Atonia uteri
terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan
penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga
berencana makin meningkat (Manuaba & APN). 
Atonia uteri
merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan
alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan  pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi
serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Batasan: Atonia
uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.
b.     Penyebab
:
Atonia uteri
dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi
(penunjang ) seperti :
1.
Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas
tinggi.
2. Umur yang
terlalu muda atau terlalu tua.
3. Multipara
dengan jarak kelahiran pendek
4. Partus
lama / partus terlantar
5.
Malnutrisi.
6.
Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum
terlepas dari dinding uterus.
c.     Gejala Klinis:
·         Uterus
tidak berkontraksi dan lunak 
·         Perdarahan
segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).
d.     Pencegahan
atonia uteri.
Atonia uteri
dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera
setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous
atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam.
Pemberian
oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum
lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai
terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia,
dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat
ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit.
Prostaglandin
(Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan
postpartum.
  e. Penanganan Atonia Uteri
Penanganan
Umum
·         Mintalah
Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat
darurat.
·         Lakukan
pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
·         Jika
dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak
terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut
dapat memburuk dengan cepat. 
·         Jika
terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan
cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk
persiapan transfusi darah.
·         Pastikan
bahwa kontraksi uterus baik: 
·         lakukan
pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap
di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit
oksitosin IM 
·         Lakukan
kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
·         Periksa
kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.
·         Jika
perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan
berhenti), periksa kadarHemoglobin:
·         Jika
Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah
sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg
per oral sekali sehari selama 6 bulan;
·         Jika
Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah
asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
Penanganan Khusus
·         Kenali
dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
·         Teruskan
pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang
menghentikan perdarahan.
·         Oksitosin
dapat diberikan bersamaan atau berurutan
·         Jika
uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi
dan jahit atau rujuk segera.
·         Jika
uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban
dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Antisipasi dini akan kebutuhan darah
dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan. Jika perdarahan terus
berlangsung:
Pastikan
plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak
adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh
darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah
sederhana.
Kegagalan
terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat
pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
Sikap bidan
| 
penanganan atonia uteri | 
1.      Pakai sarung
tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan (dengan
cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina itu.
2.      Periksa vagina
& serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri
mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
3.      Letakkan kepalan
tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementara telapak
tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke arah
kepalan tangan dalam.
|  | 
4.      Tekan uterus
dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merang sang
miometrium untuk berkontraksi.
5.      Evaluasi
keberhasilan:
-     Jika uterus
berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan
tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat.
-     Jika uterus
berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dari
serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera
lakukan    si penjahitan jika ditemukan laserasi.
-     Jika kontraksi uterus tidak
terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksternal (KBE, Gambar
5-4) kemudian terus kan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri
selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBl, jika KBl tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan
tindakan-tindakan lain.
6.      Berikan 0,2 mg
ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan
hipertensi)         
Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan
tekanan darah lebih tinggi dari kondisi normal.
7.      Menggunakan
jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 ml
larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. 
         
Alasan:   Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian cairan
IV secara cepat, dan dapat  langsung digunakan jika ibu membutuhkan
transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi
uterus. Ringer Laktat akan membantu mengganti volume cairan yang hiking
selama perdarahan. 
Alasan:   KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan
oksitosin dapat membantu membuat uterus-berkontraksi
9.      Jika uterus
tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan rujukan Berarti
ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-darurat di
fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan pembedahan dan transfusi
darah.
10.  Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Teruskan melakukan KBI hingga ibu
tiba di tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di
fasilitas rujukan:
a.  Infus 500 ml yang pertama dan habiskan
dalam waktu 10 menit.
b.  Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba
di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter,
dan kemudian berikan 125 ml/jam.
c.   Jika cairan IV tidak cukup,
infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan tetesan lambat dan berikan
cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan.
Kompresi bimanual eksternal
1.      Letakkan satu
tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis pubis.
2.      Letakkan tangan
yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri), usahakan memegang
bagian belakang uterus seluas mungkin.
|  | 
3.  
   
3.      Lakukan gerakan
saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi pembuluh darah di
dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua tangan tersebut.
(Pusdiknakes, Asuhan Persalinan Normal)
Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan
kompresi:
·         Lakukan
ligasi arteri uterina dan ovarika. 
·         Lakukan
histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi. 
Uterotonika :
Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM).
Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM).
Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat : merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM.
Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.
Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Prostaglandin (Misoprostol) : merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa.
Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
    Uterotonika ini tidak boleh diberikan
pada ibu dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan gangguan hepatik.
Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan masif yang terjadi.
Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan masif yang terjadi.
. Daftar Pustaka :
James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa TMA Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002. Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Unversitas Padjajaran Bandung, 1993.
Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana. Jakarta: EGC, 1998.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004
Heller, Luz. Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Alih bahasa H. Mochamad martoprawiro, Adji Dharma. Jakarta: EGC, 1997.
James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa TMA Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002. Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Unversitas Padjajaran Bandung, 1993.
Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana. Jakarta: EGC, 1998.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004
Heller, Luz. Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Alih bahasa H. Mochamad martoprawiro, Adji Dharma. Jakarta: EGC, 1997.
Widyatun, astuti. 2012. Materi lengkap atonia uteri. Online http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/artikel-lengkap-atonia-uteri_25.html
di unduh tanggal 10 oktober 2013 pukul 10.00 WITA




 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar